Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
“Sudah jam berapa?”. Pertanyaan ini sering muncul diantara kita. Terutama kalau sedang ada kegiatan atau keperluan bersama rekan-rekan atau teman. Karena tak terasa waktu berjalan demikian cepat. Tak terasa malam telah larut, dan obrolan yang semula hanya berkisar masalah pelajaran pun berubah menjadi obrolan seputar ‘dunia persilatan’.
Inilah fenomena yang ada dan sering kita jumpai di tengah sebagian penimba ilmu dan aktifis Islam. Acara yang tadinya hanya butuh setengah jam, pun pada ujungnya harus bersambung dengan obral-obrol yang tak tentu arah dan faidahnya hingga waktu dua jam pun tak terasa. Aduhai, betapa murahnya waktu itu bagi kita, sehingga kita sering membuangnya; seolah ia tak berharga! Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah nikmat yang kebanyakan manusia tertipu oleh keduanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Saudaraku -semoga Allah merahmatimu- seolah telah lenyap dari ingatan kita, doa indah yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di bagian awal risalah Qawa’id Arba’-nya, “Semoga Allah menjadikanmu diberkahi di mana pun kamu berada.” Berkah pada waktu, ilmu, dan amal kita.
Seolah telah luput dari memori kita, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat, dan diantaranya adalah ‘pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Allah’; yaitu yang mewarnai waktu-waktunya dengan ketaatan dan manfaat.
Apalagi di masa seperti sekarang ini, ketika media sosial telah menjadi menu sehari-hari yang kerapkali mengalahkan majelis tolabul ilmi dan dzikir penyejuk hati. Kabar dari sana sini pun mewarnai langit pemikiran dan ufuk kesadaran. ‘Bagaimana tanggapan antum tentang berita ini’, ‘bagaimana menurut antum tentang hal itu’, ‘oh ya sudah baca status si fulan belum, bikin heboh banget, banyak yang nge-like lho’… dsb.
Menit demi menit pun berlalu, jam demi jam berganti. Aduhai, media sosial pun berhasil ‘menduduki’ pusat perhatian dan roda kegiatan hidup kita. Sarana memang sering melupakan orang akan tujuan yang ingin dia capai. Niatnya mau belajar dan mencari teman yang salih, ee lama kelamaan nyrempet ghibah dan namimah, lama kelamaan nyrempet su’uzhan dan hasad, apalagi kalau sampai keluar makian dan cacian…
Padahal, dahulu kita sering mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan oleh Imam Nawawi dalam hadits arba’in beliau, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berbicara yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Memang suatu ucapan yang baik itu ada 2 macam; baik secara substansinya maupun baik dari sisi tujuan dan buahnya, sebagaimana diterangkan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam syarahnya.
Intinya, kita harus pandai menjaga lisan dan tulisan kita. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah terlontar suatu ucapan pun melainkan di sisinya ada malaikat yang dekat dan selalu mencatat.” (QS. Qaaf)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang muslim itu adalah yang membuat selamat kaum muslim yang lain dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir/berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang Alllah kepada dirinya.” (HR. Bukhari)
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.